Kuliner Khas Palembang
Siapa yang tak kenal olah rasa orang Palembang? Tidak hanya Pempek, Palembang banyak menawarkan sajian yang dijamin
akan memanjakan lidah anda seperti kue srikayo, ketan duren, mie celor, lakso, burgo, celimpungan, tekwan, model, kempalang/kerupuk
bakar, es kacang merah dan lain-lain. Nikmati aneka olahan boga khas dari Palembang.

Pempek
Pempek merupakan
makanan khas tradisional Palembang paling terkenal yang terbuat dari bahan dasar daging ikan giling (biasanya ikan Belido,
tenggiri atau ikan gabus) dan tepung tapioka. Jenisnya antara lain ada pempek lenjer, telor besar (kapal selam), pastel( isian
sayur pepaya muda yg dibumbui), kerupuk (kriting), tahu, lenggang, panggang, serta adaan.

|
Pempek kapal selam & pempek Lenjer |

|
Pempek adaan |

Pindang Patin Palembang
Pindang ikan patin memunculkan sensasi paduan rasa pedas, asam segar, dan wangi kemangi. Sebagai
gambaran rasa, daging ikan patin yang lembut dimasak dengan serai, daun salam, jahe, lengkuas, daun bawang, dan cabe, serta
rasa asam segar dari buah nanas. benar-benar mengugah selera

|
Mie Celor |
Mie Celor Palembang
Dinamakan Mie Celor karena sebelum di hidangkan mie dan kecamba (tauge)nya dicelor terlebih
dulu (diseduh dengan air panas) lalu disiram dengan kuah kaldu udang yang kental dan diberi irisan telur, irisan daun seledri,
bawang goreng dan diberi kecap asin sedikit...wow sedapnya...silakan dicoba kalau bertandang ke Palembang .

Tempoyak
Tempoyak adalah daging durian yang dipermentasikan (diasamkan). Di Palembang tempoyak banyak
sekali dibuat masakan yang mengunakan bahan ikan (Ikan Patin, Ikan Laes, dll) biasanya dibuat pepes atau di brengkes.
Rasa asam pedas dan gurih dari tempoyak yang menyatu dengan daging ikan memberikan cita rasa yang berbeda di lidah. Kadang
juga Tempoyak dibuat menjadi sambal.
Visit Musi 2008 sudah diluncurkan secara resmi 5 Januari lalu. Namun, para pelaku usaha kecil menengah masih mempertanyakan
relevansi program tersebut dalam mendukung usaha mereka, di tengah kelesuan bisnis.
Boni Dwi Pramudyanto dan Buyung Wijaya Kusuma
Fatimah Manshur, perajin songket asal Kota Palembang, misalnya, berharap nasibnya berubah setelah muncul program Visit
Musi 2008.
Setelah puluhan tahun menekuni profesi perajin songket, perekonomian Fatimah Manshur relatif stagnan karena usaha kain
tradisional itu mengalami kelesuan pemasaran.
"Pemerintah Sumatera Selatan sudah meluncurkan program Visit Musi 2008. Apa nasib kami perajin songket bisa membaik tahun
ini?" kata Fatimah.
Perajin kecil beromzet rata-rata Rp 3 juta, dan memproduksi kurang dari lima potong songket sebulan, itu saban hari terus
menenun songket, ada atau tak ada Visit Musi 2008. Di rumah panggung miliknya di Jalan Ki Gede Ing Suro, 30 Ilir Palembang
itu, sekian lama Fatimah tenggelam dalam kesibukan menyongket.
Sejak disiapkan dua tahun lalu, Pemprov Sumatera Selatan mendesain Visit Musi 2008 sebagai agenda akbar pariwisata. Menurut
Gubernur Sumsel Syahrial Oesman saat membuka Visit Musi 2008 di Palembang, sektor pariwisata diharapkan menjadi lokomotif
kemajuan pembangunan di Sumsel.
Visit Musi 2008 menargetkan kunjungan 1,6 juta wisatawan dalam tahun ini. Sebelumnya, Sumsel hanya mampu mendatangkan 670.000
wisatawan.
Sekretaris Musi Tourism Board Amidi mengatakan, ide mengadakan program pariwisata akbar ini berawal dari kesuksesan penyelenggaraan
Pekan Olahraga Nasional (PON) XVI tahun 2004. Waktu itu PON menjadi salah satu titik nadir kebangkitan di Sumsel.
Selama pelaksanaan PON XVI, banyak peserta yang mengaku terkesan dengan potensi pariwisata di Sumsel yang berupa wisata
air di Sungai Musi, wisata pegunungan, wisata hutan, wisata danau, dan lainnya. Berkat PON XVI itu pula Bandar Udara Sultan
Mahmud Baddarudin II, Kota Palembang, kini tampil jauh lebih bagus dari bandara di Kota Bandung, Yogyakarta, Solo, atau Makassar.
"Karena itulah lewat PON XVI muncul gerakan kuat untuk membangkitkan sektor pariwisata yang selama ini tertidur. Programnya
dinamakan Visit Musi 2008," ucap Amidi.
Para perajin songket adalah sebagian warga Sumsel yang menaruh harapan besar melalui peningkatan kunjungan wisatawan, maka
peminat kain songket bisa bertambah banyak.
Zainal Arifin, perajin songket lain, mengatakan Visit Musi 2008 sebenarnya belum terlalu berdampak ke iklim usaha kecil
menengah di Palembang.
Dengan jumlah perajin songket sekitar 4.000 orang di Palembang, Zainal yang sejak 1987 telah membina 2.000 perajin songket
di Galeri Zainal Songket miliknya di Palembang, sebenarnya tahu persis napas hidup mereka. Profesi pesongket tak bisa dijadikan
pegangan usaha dengan keuntungan besar. Pendeknya, songket, bukan bisnis besar.
"Itu karena peminatnya masih sangat terbatas. Selain produksinya tidak massal, memproduksinya pun butuh satu hingga tiga
bulan. Pemasarannya sama saja, masih sangat terbatas," katanya.
Jadi, menurut Zainal, yang dipikirkan perajin songket sebatas upaya bertahan hidup pada saat biaya produksi kian tinggi
dan pasar tidak berkembang. Meskipun—sekilas—usaha songket terkesan menjamur, terutama di sentra kerajinan songket
di Palembang, omzet penjualannya relatif biasa.
Perajin berharap momentum Visit Musi 2008 akan memberikan kesadaran pada masyarakat akan kekayaan budaya Nusantara, salah
satunya kain songket.
Pemprov Sumsel memang terkesan ambisius menggelar program akbar pariwisata ini karena optimistis bisa menjadikan sektor
pariwisata sebagai gerbong pembangunan di Sumsel. Selain pariwisata, provinsi yang berbatasan langsung dengan Lampung, Jambi,
Bengkulu, dan Bangka-Belitung itu juga memiliki kekayaan sumber daya alam dan energi yang berlimpah.
Di sektor energi, Sumsel memiliki cadangan batu bara 22,24 miliar ton, gas bumi 24,18 TSFC atau triliun standar kaki kubik,
minyak bumi 757,5 metric stock tank barrel, dan gas metana 122 TSFC. Belum lagi sektor perkebunan yang didominasi komoditas
kelapa sawit dan karet. "Makin banyak orang berkunjung, potensi Sumsel makin dikenal. Jika demikian, diharapkan investasi
meningkat. Inilah tujuan Visit Musi 2008," kata Syahrial Oesman.
Salah satu bukti keseriusan Pemprov Sumsel adalah alokasi anggaran multi-years dari APBD Rp 5 miliar untuk promosi dan
periklanan Visit Musi 2008.
Syamsurijal, pengamat pariwisata dari Universitas Sriwijaya, Palembang, menilai pengalokasian anggaran promosi dan periklanan
hingga Rp 5 miliar itu berlebihan. Pemerintah seharusnya juga memprioritaskan pembenahan internal, seperti memperbaiki kualitas
air Sungai Musi yang justru keruh.
Visit Musi 2008 memang bukan hanya akan memengaruhi kehidupan perajin songket. Kalau sukses, program tersebut akan ikut
menggairahkan bisnis kuliner, perhotelan, dan usaha kecil lainnya di Sumsel.
|